Tabut Perjanjian, disebut juga Tabut TUHAN, adalah peti yang terbuat dari kayu akasia (atau kayu penaga dalam Kel 25:10). Tabut ini menyertai orang Ibrani dalam pengembaraan mereka di padang gurun pada zaman Musa. Di dalamnya terdapat dua loh batu berisi Sepuluh Firman.
Gambaran mengenai simbol religius yang sa¬ngat penting ini sangat bervariasi. Kitab KELUARAN memaparkannya se¬ca¬ra terperinci: Sebuah tabut de¬ngan panjang dua setengah hasta (sekitar 114 cm), lebar satu setengah hasta (sekitar 70 cm), tinggi satu setengah hasta (sekitar 70 cm), dan ter¬¬buat dari ka¬yu penaga (kayu akasia). Bagian luar dan dalamnya dila¬pisi emas, dirancang oleh seorang ahli bernama Bezaleel. Tutup tabut ter¬buat dari emas murni dengan dua makhluk bersayap (kerub) yang juga terbuat dari emas murni di bagian atasnya. Tabut diangkut dengan kayu peng¬usung yang dilapisi emas dan dimasukkan melalui gelang emas yang menempel pada setiap sisinya (Kel 25:10-22, Kel 31:2;7;35:30-35;37:1-9).
Gambaran yang lebih sederhana ditemukan dalam Ul 10:1-5. Dalam pasal ini dikatakan bahwa Musa telah membuat peti kayu dari kayu penaga untuk menyimpan loh-loh batu yang baru bertuliskan Sepuluh Firman menggantikan loh-loh batu yang telah ia pecahkan ketika melihat orang Israel menyembah patung anak lembu emas.
Selain menyimpan Sepuluh Firman, tabut itu juga melambangkan kehadiran Allah di tengah bangsa-Nya (Bil 10:33-36). Tabut itu biasanya disimpan di dalam Ruang Mahakudus di Kemah Suci (Kel 26:34). Hanya para imam dari suku Lewi yang diizinkan mengangkut tabut itu dengan kayu peng¬usung di bahunya (Ul 10:8); orang lain yang me¬nyentuhnya akan mati (2 Sam 6:6-7). Selama pengembaraan di padang gurun, tabut itu membimbing perjalanan orang Israel (Bil 10:33). Tabut itu me¬nyer¬tai mereka ketika menyeberangi Sungai Yordan untuk masuk ke tanah perjanjian (Yos 3:6-17), dan memainkan peranan penting dalam penaklukan dan perebutan Kota Yerikho (Yos 6:1-).
Pada zaman Samuel, tabut ini diambil dari tempat suci di Silo oleh orang Filistin (1 Sam 4:1-). Akan tetapi, setelah Allah menimpakan penyakit selama tujuh bulan pada orang Filistin, mereka me¬ngem¬balikannya ke Kiryat-Yearim. Tabut itu berada di sana selama 20 tahun (1 Sam 5:1–7:2). Selanjutnya, tabut itu dibawa ke Yerusalem oleh Daud sebagai simbol bahwa ia memerintah atas suku-suku yang bersatu (2 Sam 6:1-). Akhirnya, Salomo menempatkannya di Bait Allah sebagai simbol takhta Allah (1 Raj 8:1-). Tabut ini kemungkinan besar hilang selama penghancuran Kota Yerusalem oleh Babel pada tahun 587 SM. Lihat juga peta hlm. 440.
Sumber: Alkitab Edisi Studi, Hlm.437